Back To Nature


Berharap Obat Alami Indonesia Jadi Rujukan Dunia

07/06/2009 20:43

LIPSUS - BERHARAP OBAT ALAMI INDONESIA JADI RUJUKAN DUNIA OLEH TAUFIK RIDWAN

Saturday, 23 May 2009 12:13

Pria berkacamata dan mengenakan kemeja putih tersebut terlihat sedang memeriksa kesehatan sesorang melalui terapi tangan (digital bio energi) di sudut sebuah ruang berukuran 3 meter X 4 meter.

Pria berkacamata dan mengenakan kemeja putih tersebut terlihat sedang memeriksa kesehatan sesorang melalui terapi tangan (digital bio energi) di sudut sebuah ruang berukuran 3 meter X 4 meter.

Praktisi atau ahli pengobatan tradisional Indonesia tersebut menyarankan si pasien agar mengurangi makanan berlemak, karena kadar kolesterol dalam tubuhnya melampaui batas minimal sehingga sering merasa pegal dan pusing.

"Saya anjurkan bapak mengkonsumsi obat tradisional untuk melancarkan aliran darah," kata ahli pengobatan tradisional "Roemah" Obat Alami" Joko Suryanto, sang ahli itu.

Joko, praktisi pengobatan tradisional asli Indonesia itu sudah lama bergelut di bidang herbal, atau obat dari bahan tanaman, dan menangani sejumlah pasien dengan berbagai macam penyakit seperti jantung, hepatitis (gangguan hati), kanker, tumor, diabetes, maag kronis (tingkat parah) hingga kerusakan paru-paru.

Joko mempraktikan teknik bekam, tusuk jarum, hingga pemijatan telapak tangan untuk mendiagnosa penyakit yang diidap sang pasiennya. Selanjutnya pria asal Solo, Jawa Tengah, tersebut mencocokan indikasi rasa sakit si penderita.

Setelah mendiagnosa, Joko menganjurkan pasiennya untuk kembali datang ke kliniknya untuk terapi lanjutan sekaligus memberikan resep obat alami dari mahkota dewa, kunir putih, lengkuas, temulawak hingga sambiloto yang diramu menjadi teh tradisional.

Berbekal ilmu hasil menimba pendidikan, membaca buku dan berdiskusi dengan pakar obat tradisional di Indonesia, Joko menyatakan keyakinannya bahwa beberapa tanaman di Indonesia memiliki khasiat menyembuhkan penyakit pada tubuh manusia.

"Obat tradisional sifatnya uji empiris berdasarkan pengalaman dan langsung dipraktikan kepada penderita," kata Joko.

Joko menjelaskan, obat alami dari bahan tanaman tersebut sulit dibuktikan secara uji klinis karena biaya uji laboratorium yang mahal, butuh waktu panjang, dan komperhensif.

Joko mengungkapkan, obat tradisional berfungsi mengganti jaringan atau sel organ tubuh manusia akibat kelebihan racun, kuman dan virus yang menimbulkan penyakit.

"Ramuan obat tradisional lebih kepada pengobatan secara permanen dengan menggantikan sel-sel yang rusak," katanya.

Sementara itu, ahli pengobatan herbal klinik Nur Syifa, Reno Wilopo, mengatakan, obat tradisional berfungsi melemahkan racun untuk proses penyembuhan penyakit pada manusia.

Ia mengatakan, obat tradisional mampu membentuk zat kekebalan tubuh (antibodi) yang tidak terdapat dalam tubuh manusia, dengan tujuan melindungi tubuh dari unsur yang merusak organ tubuh.

Kedua ahli pengobatan tersebut mengharapkan pemerintah mengoptimalkan sumber daya alam di Indonesia, yakni jenis tanaman yang berpotensi menyembuhkan berbagai penyakit seperti mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), mengkudu (Morinda citrifolia), kunir putih (Curcuma alba), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), sambiloto (Andrographis paniculata), tapak liman (Elephantopus scaber), jinten hitam (Nigellia sativae Semen), dan minyak kelapa murni (sylfae syifae).

Data Departemen Kesehatan menunjukkan Indonesia memiliki potensi 40.000 spesies tumbuhan yang terdiri dari 7.000 jenis tanaman obat, serta 1.000 di antaranya sudah digunakan.

Bahkan rantai kegiatan dan perdagangan produk tanaman herbal di Indonesia mampu menyerap tenaga kerja formal hingga 3juta orang dan nilai perdagangan jamu hingga Rp4 triliun per tahun.

Berdasarkan fakta tersebut, Reno menuturkan, seharusnya Indonesia menjadi "kiblat" dunia untuk pengembangan obat alami seperti pemerintah China yang mendukung penelitian pengembangan herbal.

"Saat ini obat herbal identiknya dengan negara China, karena dukungan pemerintahnya kuat untuk melakukan riset terhadap penawar sakit dari bahan alami tersebut," kata Reno.

Pemerintah juga diharapkan memberikan kemudahan untuk mengeluarkan izin produksi obat tradisional, tentunya dengan pertimbangan pemilihan bahan berkualitas, higienis, kemasan dan produk berstandar internasional.

Perbandingan

Joko mengungkapkan, herbal bisa bersaing dengan obat medis meski tanpa ada uji klinis, karena pengobatan herbal sudah diujicobakan kepada manusia sejak ribuan tahun lalu berdasarkan uji empiris.

Anggota Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia (Aspetri) tersebut mengakui herbal mampu menyembuh penyakit secara permanen tanpa unsur kimiawi. Sebaliknya, beberapa obat berbahan kimia sintesis kadang-kadang hanya menyembuhkan penyakit untuk sementara waktu dengan cara menghilangkan rasa sakitnya saja.

"Ramuan tradisional alami juga tidak memiliki efek samping yang membahayakan atau membuat pasien ketagihan karena terbuat dari tumbuh-tumbuhan," kata Joko seraya mencontohkan penyuntikan cairan insulin untuk penderita diabetes berpotensi menyebabkan rusaknya kelenjar tubuh yang biasanya memproduksi insulin.

Menurut Reno, obat herbal dan obat medis yang berdasarkan resep dokter masing-masing memiliki keunggulan untuk menyembuhkan penyakit.

Perbedaannya, satu jenis obat medis secara spesifik menyembuhkan satu penyakit, sedangkan obat herbal mampu menjadi penawar rasa sakit berbagai jenis penyakit.

Selain itu, menurut ahli terapi sejak 25 tahun lalu tersebut, herbal dan obat medis harus saling melengkapi untuk penyembuhan penyakit karena bagaimanapun juga masyarakat lebih dominan percaya dengan penanganan medis.

Kesaksian pasien

Seorang pasien asal Bintaro Selatan, Jakarta Selatan, Herni Reniati, mengaku divonis dokter mengidap penyakit kanker otak.

Menurut hasil scan pada 2006, kanker sebesar telur burung puyuh mendekam di otaknya, sehingga harus segera menjalani operasi di sebuah rumah sakit.

Awalnya, Herni mengalami sakit kepala seperti "migran" (sakit kepala sebelah). Rasa sakit itu dialami wanita paruh baya tersebut setiap dua hari sekali. Rasa sakit itu kadang membuat Herni pingsan.

Beberapa minggu berjalan menahan penderitaannya, Herni mendapatkan informasi untuk mencoba terapi daun mahkota dewa yang diyakini orang mampu menyembuhkan sejumlah penyakit seperti jantung, kanker, tumor, dan maag.

"Awalnya saya tidak percaya obat tradisional dapat menyembuhkan penyakit kanker," kata Herni.

Keluarga Herni pun berusaha mencari daun yang memiliki khasiat pengobatan tersebut. Setelah mendapatkan ramuan cangkang mahkota dewa, teh pegagan, dan teh temu mangga, dia mencampurkan ketiga jenis tanaman tersebut dengan tiga gelas air, kemudian didihkan hingga air yang tersisa tinggal 1,5 gelas.

"Saya minum air sisa tersebut sebanyak tiga kali dalam sehari," katanya.

Saat terapi itu dijalani Herni selama hampir satu bulan, belum terlihat hasilnya, justru mulutnya menjadi sariawan.

Dia pun berkonsultasi ke klinik pengobatan alami, ternyata gejala tersebut menunjukan reaksi dari ramuan yang dikonsumsinya.

Terapi berjalan dua bulan, rasa pusing yang dialami Herni mulai hilang bahkan tidak pernah kumat.

"Saya kembali menjalani `scan` di rumah sakit, ternyata indikasi kankernya berkurang," ujar Herni.

Herni mengatakan, benjolan di dalam kepalanya tersebut kini sudah hilang setelah menjalani terapi tanpa berhenti mengkonsumsi ramuan tiga tanaman tersebut selama delapan bulan.

Saat ini Herni tetap mengkonsumsi bahan herbal tersebut dengan tujuan menjaga kondisi badan, bukan faktor ketagihan. (

 

—————

Back